Sejenak mengingat masa lalu, rakyat Jerman pernah dibuat terkejut oleh Perjanjian Versailles yang berisi penyerahan sebagian wilayah Jerman ke negara tetangga, salah satunya adalah Rheinland. Begitu malu dan terlukanya rakyat Jerman karena disamping harus menanggung aib atas dituduhnya Jerman sebagai biang keladi meletusnya PD I, mereka harus merelakan wilayahnya dikuasai negara lain, sehingga ketika Nazi berhasil merebut kembali wilayah Rheinland, popularitas Adolf Hitler meroket di seluruh penjuru Jerman.
Panorama Sungai Rhein antara Koblenz hingga Ruedesheim adalah satu-satunya panorama yang tidak dimiliki oleh negara-negara lain yang dialiri sungai ini. Betapa tidak, salah satu kawasannya dikenal dengan Romantischer Rhein atau Romantic Rhine menyajikan pemandangan luar biasa indah berupa hamparan perkebunan anggur bertingkat, desa & kota tua, serta kastil & istana dari abad pertengahan yang diselimuti dongeng & legenda tentang keberanian, cinta dan penghianatan. Tahun 2002 UNESCO memasukkan kawasan tersebut dalam situs warisan dunia karena perpaduan unik antara geologi, sejarah, budaya dan industri.
Cara terbaik menelusuri keindahan Sungai Rhein tentu saja menggunakan kapal, banyak sekali boat trip yang ditawarkan, karena mengawali perjalanan dari kota Ruedesheim, maka pilihan jatuh pada jalur ”Middle Rhine Valley” yaitu Ruedesheim-Assmanshausen. Ketika kapal melaju dan penumpang sibuk menyantap hidangan di atas meja saya justru mencari posisi strategis untuk menikmati hidangan visual berupa lembah perkebunan anggur -anggur yg dihasilkan dari perkebunan di lembah Sungai Rhein adalah yang terbaik di Jerman-, rumah-rumah kayu, reruntuhan kastil dan istana yang bergantian memanjakan mata, nun jauh disana Niederwalddenkmal –sebuah monumen yg menjadi simbol persatuan antar suku di Jerman- berdiri tegak.
Kasus pencemaran air oleh industri bukannya tidak pernah terjadi di Sungai Rhein, kecelakaan salah satu pabrik kimia di Basel Swiss th 1987 mengakibatkan berton-ton pestisida beracun bocor ke sungai, ribuan ikan mati dan beberapa spesies hilang. Sebenarnya sejak th 1950 suatu badan antar negara untuk melindungi Sungai Rhein telah dibentuk, namanya International Commission for the Protection of the Rhine Against Pollution. Tetapi insiden pabrik kimia di Swiss telah memicu gerakan yang diberi nama Rhine Action Program (RAP) yang kini diadopsi oleh beberapa negara yang berbatasan dengan Sungai Rhein (Swiss, Jerman, Luksemburg, Perancis & Belanda). Tujuan utamanya adalah mengembalikan spesies ikan salmon yang pernah tumbuh di sungai ini, sedangkan tujuan khusus RAP yang disetujui oleh Komisi Perlindungan Sungai Rhein setelah insiden bocornya pestisida tersebut adalah: mempercepat pengurangan polusi permanen dari semua sumber, mengurangi resiko kecelakaan & tumpahan, dan meningkatkan kondisi hidrologis sungai. Di dalam negri sendiri RAP menerapkan beberapa gerakan untuk mengurangi tingkat polusi yaitu: membuat hukum nasional mengenai ambang batas pembuangan limbah, mewajibkan semua industri memiliki ijin emisi, mengenakan pajak terhadap industri yang mencemari lingkungan dan membangun stasiun pemurnian.
Akhirnya berkat kontrol lingkungan yang ketat melalui RAP dan transisi yg sukses dari industri berat ke industri ringan serta gerakan pembersihan sungai, maka saat ini Sungai Rhein terlihat bersih, pembuangan bahan berbahaya mengalami penurunan dan limbah yang mengandung racun tidak lagi ditemukan. Salah seorang peserta Bayer Young Environmental Envoy dari Indonesia -suatu program lingkungan hidup yg disponsori perusahaan Bayer- mengambil sampel air Sungai Rhein di kota Leverkusen -lokasi perusahaan Bayer- untuk diteliti tentang kondisi aman tidaknya bagi lingkungan, dia memeriksa kondisi sungai 2x sehari dan hasilnya sungai ini dinyatakan aman bagi lingkungan meski airnya berwarna coklat, ternyata warna ini dihasilkan akibat kapal yang melintas membuat tanah di bawahnya berputar, kebetulan sungai di daerah ini dangkal, kedalamannya hanya 4 meter.
Sebagai jalur vital perdagangan bagi kawasan Jerman bagian barat, aktivitas kapal dagang yang melintas di sungai ini sangat padat dan ramai, setiap hari berton-ton barang diangkut dengan kapal tongkang dari pelabuhan di pinggir sungai untuk dibawa ke beberapa kota di Jerman. Duesseldorf, Koeln (Cologne) dan Duisburg adalah kota-kota industri yang urat nadi perekonomiannya ditunjang oleh jasa baik Sungai Rhein. Inilah mengapa di Jerman hanya sedikit truk besar melintas di Autobahn karena salah satu kebijakan pemerintahnya adalah menunjang kegairahan ekonomi melalui jalur perairan, sehingga pemberlakuan ERP bagi truk yang melintas di Autobahn dianggap mendukung kebijakan tersebut.
Membicarakan pelabuhan di Jerman tak bisa lepas dari Pelabuhan Internasional Hamburg, sebagai pelabuhan terbesar kedua di Eropa setelah Pelabuhan Rotterdam, Hamburg merupakan pintu utama Jerman dalam perdagangan antar negara. Jalur Sungai Elbe yang berujung di Hamburg untuk selanjutnya bermuara ke Laut Utara telah membawa kapal-kapal berbendera internasional keluar masuk di pelabuhan ini. Kapal-kapal tersebut menurunkan muatannya untuk selanjutnya didistribusikan ke beberapa negara di Eropa Barat. Meski lokasinya tidak persis di pinggir laut, Hamburg telah berhasil memanfaatkan sungainya menjadi jalur perdagangan internasional menuju laut lepas. Tak heran jika Th. 2008 Jerman menempati posisi pertama dalam Daftar Peringkat Nilai Ekspor yg dikeluarkan oleh WTO, peringkat ini kemudian digeser Cina Th. 2009, jelas ini bukan berarti nilai ekspor Jerman menurun, tetapi lebih karena Cina dalam 5 tahun terakhir ini semakin mendominasi dunia dengan produk-produk murahnya.
Jika sungai-sungai di Jerman mempunyai arti penting bagi kehidupan di sekelilingnya, tidak demikian dengan nasib sungai di negeri kita, terpuruk dalam kotoran dan sampah. Bahkan sungai di pulau Sumatera & Kalimantan hanya memberi keuntungan bagi para penentu kebijakan di negeri ini, yaitu sebagai pintu untuk menyelundupkan gelondongan kayu ilegal..
ijin copas gan :)
ReplyDeleteMonggo....:)
Delete