Sulit rasanya memasuki bulan Maret tanpa mengingat kejadian memilukan yang menimpa saudara-saudara kita di Jepang. Saya langsung mengganti profile picture di fb selama hampir 2 minggu sebagai tanda simpati terhadap Jepang, padahal saya sama sekali tidak tergerak ketika dulu pengguna fb beramai-ramai mengganti propic-nya menjadi Pray for Indonesia saat negri tercinta kita juga dilanda bencana besar. Mengapa? Pertama saya salut atas kesigapan dan kesungguhan pemerintah Jepang membantu rakyatnya bangkit dari keterpurukan, kedua salut kepada pribadi rakyatnya yang tabah dan menerima dengan sabar semua peristiwa memilukan itu.

Kita tahu bangsa Jepang terkenal eksklusive & homogen di dunia. Ketika masih tinggal di Jerman, saya berteman dengan siswa Jepang di tempat kursus dan bertetangga dengan beberapa mahasiswa dari Jepang, mereka solid, kompak dan memiliki keramahan khas Asia. Komunitas Jepang di Duesseldorf adalah terbesar ketiga di Eropa, itulah sebabnya komunitas ini setiap tahun menyelenggarakan event Japan Day yang akan membuat Duesseldorf bak bertransformasi menjadi kota di Jepang selama sehari penuh. Seorang wartawan di suatu media pernah bercerita tentang pengalamannya mewawancarai komunitas wanita Jepang di Jakarta, setiap kali akan menjawab pertanyaan mereka berdiskusi dulu. Itulah bukti bahwa masyarakat Jepang sadar mereka memikul tanggungjawab besar terhadap komunitas dimana dia hidup.
Loyalitas rakyat Jepang terhadap bangsanya terlihat saat harus menghadapi kebocoran reaktor nuklir, mereka mau berkorban demi kepentingan kelompok, ratusan orang rela tetap tinggal di reaktor nuklir Fukushima. Keluarga yang ditinggalkan tetap tabah meski tahu kalau suami, ayah atau bahkan kakek mereka sebenarnya telah menandatangani kontrak mati. Tidak heran grup Pray for Japan di facebook banjir pujian yang kian mengukuhkan Jepang sebagai bangsa yang hebat, kuat & beretika. Rasanya tidak akan ada di dunia ini seorang kepala keluarga berani menyerahkan nyawa demi kepentingan masyarakat jika tidak percaya negaranya kelak akan mengurus dengan baik keluarga yang ditinggalkan. Bahwa betapapun kondisi yang dialami akibat lapar dan dahaga mereka tetap tertib, sabar dan disiplin menunggu antrean untuk memperoleh jatah makan dan minum, hal ini hanya mungkin terjadi apabila rakyat percaya pihak berwenang pasti mengupayakan yang terbaik bagi para korban, bahwa mereka tidak mempunyai keraguan sedikitpun jatah bantuannya akan diembat oleh oknum nakal. Barangkali inilah karakter hasil tempaan Revolusi Meiji dan semangat samurai yang selalu terpatri dalam diri masyarakat Jepang.
Maka di tengah krisis kepercayaan kita terhadap pemerintah, aparat hukum maupun elit politik tentu saja saya envy berat dengan kondisi bangsa Jepang sekarang yang sedang didera bencana hebat namun pemerintah dan rakyatnya mampu bertahan dengan sopan dan terpelajar hingga menuai pujian dan mengundang simpati dari seluruh dunia..
No comments:
Post a Comment